Bagian 2: (Mencoba) Mencari makna dan asal usul lelono
Dari beberapa literatur yang sangat minim, saya mencoba mencari tahu tentang apa itu lelono? Untuk menjawab itu perlu ada beberapa penguat hipotesa yang sudah ada yaitu bahwa Lelono itu adalah orang menggembara untuk tujuan spiritual. Langkah pertama saya mencari dari definisinya lewat kamus, kemudian mencari arti dalam pandangan kejawen (atau kebatinan atau kepercayaan) dan yang ketiga mencari tahu terkait mitologi yang ada.
Untuk yang pertama, Bila dilihat dari definisi lelono: kb, dari (glosarium.org) dapat dilihat artinya dari lelono broto adalah berkelana untuk mendapatkan ilmu (ilham) atau kesaktian. Dalam suatu otak athik gathuk, istilah lelono atau lelana didekatkan dengan istilah bahasa indonesia yaitu pengelana (jawa: dibaca Pengelono-lelono).
Kedua, Istilah lelono sering dipakai oleh pelaku kebatinan atau kejawen, yaitu bahwa sebuah lelaku prihatin dengan melakukan perjalanan dari dari malam sampai pagi guna melakukan instropeksi diri. Memang ada banyak versi terkait seberapa panjang waktu untuk melakukan lelono, ada yang hanya melakukan dalam satu malam, namun ada yang lebih lama bisa berminggu-minggu dan bahkan bisa tahunan (bergantung dengan ajaran yang diikutinya).
Dalam Babad Ponorogo, istilah Lelono broto juga dituliskan untuk menggambarkan KI Hanggolo menjalani penggembaraan untuk mencari ayahnya, hal itu tertuang dalam kalimat “Ia seorang penganut agama Islam yang saleh dan sabar dalam berdakwah. Konon ia tinggal di sana setelah menjalani laku lelono broto (ritual dengan cara berjalan terus-menerus mengikuti kata hati dan langkah kaki) ketika mencari Kyai Ageng Gribig, ayahnya”.
Ketiga, dalam cerita rakyat atau mitologi yang beredarl, istilah lelono juga dinarasikan sebagai orang yang menjadi pengembara seringkali disebut sebagai Joko Lelono. Misalnya dalam kisah Joko Tarub yang mempunyai nama asli Kadarisman dan ia melakukan pengembaraan panjang dan belum menikah, kemudian dinamakan sebagai joko lelono. Kemudian dalam mitologi lain juga disebutkan bahwa petilasan Joko Umbaran di Gunung Arjuno juga terkait dengan cerita bagaimana Joko Lelono yang diutus oleh Brawijaya III untuk menggembara selama bertahun tahun mencari Pusaka Gunung Arjuno.
Dalam cerita rakyat tentang watu Payung di Wonogiri (Jawa Tengah), diceritakan bahwa Joko lelono adalah anak dari Begawan Sidik Wacana yang sakti. Suatu ketika Joko Lelono disuruh untuk mencari istri oleh ayahnya, namun karena suatu yang menyakiti perasaan ayahnya, kemudian ia menjadi buta. Dalam perjalanan mencari istri tersebut ia membawa payung dan ditemani dua abdinya. Pada suatu saat matanya yang buta kemudian disembuhkan oleh Begawan Sidik Wasesa, setelah bisa melihat ia kemudian melanjutkan perjalanan dan menggembara untuk mencari istri. Akan tetapi ternyata payung yang dibawa tertinggal disuatu lokasi, yang kemudian dinamakan sebagai watu payung.
Bila dalam beberapa cerita diatas, istilah joko lelono dinarasikan sebagai tokoh yang protagonis, ada juga yang dinarasi sebagai tokoh antagonis. Hal itu dapat dilihat dalam mitos munculnya Air Terjun Coban Rondo di Malang, yang menceritakan bagaimana Raden Baron Kesuma yang menikah dengan Dewi Anjarwati dari gunung Kawi ingin memperkenalkan dengan orang tuanya. Dalam perjalanan kedua pasangan itu bertemu dengan Joko Lelono yang kemudian naksir dengan dewi Anjarwati, kemudian ia menantang Raden Baron Kesuma. Sebelum terjadi pertarungan itu, Dewi Anjarwati disembunyikan dalam air terjun, dan akan dijemput setelah pertarungan usai. Namun malang karena dua duanya tewas, sehingga dewi Anjarwati tetap menunggu dan menjadi cikal bakal Air Terjun Coban Rondo.
Sementara kisah tragedi terkait joko lelono terdapat dalam cerita rakyat di Tuban, yaitu saat ia akan menikahi Putri Nglirip namun tidak disetujui oleh orangtua sang putri. Kemudian di akhir kisah cinta Joko lelono dan Putri nglirip, ia terbunuh oleh prajurit ayah sang putri. Setelah kematian Joko Lelono, Putri Nglirip kemudian bertapa dan menyendiri di salah satu air terjun yang kini berada di Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, Tuban. Oleh sebab itu sampai saat ini masih ada kepercayaan bahwa ada pantangan untuk berbuat tidak senonoh ditempat tersebut.
Saya yakin masih ada banyak pendapat, banyak rujukan cerita dan filosofinya terkait dengan istilah lelono. Mari kalau ada tambahan literatur, koreksi dan kritik silahkan disampaikan, supaya kita dapat saling melengkapi dalam memandang yang namanya “lelono”.
Oleh : L Kresna Yuliantara, S.S – Pendamping Masyarakat Binaan TNAP (ARUPA)
Daftar Bacaan
- Purwowijoyo, Babad Ponorogo, Jilid I (Ponorogo: Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Pemerintah Kabupaten Ponorogo, 1985), hal 14-16, dalam artikel Dakwah Kultural Bathoro Katong di Ponorogo oleh Ahmad Choirul Rofiq
- https://glosarium.org/arti-lelono-broto/
- http://harbox-ashter.blogspot.com/2013/09/topo-broto.htmlhttps://id.wikipedia.org/wiki/Belik_Bidadari_dan_Jaka_Tarub_(Daren)
- http://disparpora.mojokertokab.go.id/wisata_144_makam-joko-umbaran-joko-lelono.aspx
- https://jabarnews.com/read/4567/legenda-cinta-asal-nusantara-yang-berakhir-tragis
- https://bukupintarkabupatenwonogiri.blogspot.com/2017/06/seri-cerita-rakyat-wonogiri-legenda_12.html
- http://suarabanyuurip.com/kabar/baca/ranggolawe-bangkit-menggendong-spirit-majapahit